Selasa, 23 Februari 2016

Laporan Wisata : Sejarah Gedung Perundingan Linggarjati

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     LATAR BELAKANG MASALAH
Obyek wisata yang ada di Indonesia merupakan salah satu dari kekayaan alam yang patut untuk dibanggakan. Setiap daerah di Indonesia memiliki keunikan baik dari segi keindahannya maupun adat istiadat yang ada di daerah tersebut sehingga menarik minat wisatawan untuk mengunjunginya.
Sektor pariwisata sebagai kegiatan perekonomian telah menjadi andalan dan prioritas pengembangan bagi sejumlah Negara, terlebih bagi Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki potensi wilayah yang luas dengan adanya daya tarik wisata cukup besar, banyaknya keindahan alam, aneka warisan sejarah budaya dan kehidupan masyarakat.
Untuk meningkatkan peran kepariwisataan, sangat terkait antara barang berupa obyek wisata sendiri yang dapat dijual dengan sarana dan prasarana yang mendukungnya yang terkait dalam industri pariwisata. Usaha mengembangkan suatu daerah tujuan wisata harus memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan suatu daerah tujuan wisata.
Kabupaten Kuningan memiliki banyak daya tarik wisata salah satunya ada di daerah Cilimus yaitu Gedung Perundingan Linggarjati. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis akan memberi penjelasan kepada khalayak umum mengenai Gedung Perundingan Linggarjati.

1.2     RUMUSAN MASALAH
a.    Bagaimanakah sejarah Gedung Perundingan Linggarjati?
b.    Bagaimana kronologis jalannya Perundingan Linggarjati?
c.    Bagaimana riwayat Gedung Perundingan Linggarjati?

1.3     TUJUAN PENULISAN
Setiap penulisan sesuatu pasti mempunyai tujuan tertentu, dengan demikian juga penulisan laporan ini penulis mempunyai tujuan:
a.    Meningkatkan pengetahuan penulis mengenai obyek wisata.
b.    Mengetahui lebih dalam mengenai Gedung Perundingan Linggarjati.

1.4     MANFAAT PENULISAN
a.    Bagi Penulis
1)   Mengukur pengetahuan penulis mengenai obyek wisata.
2)   Sebagai sarana untuk memperdalam ilmu pengetahuan.
b.    Bagi Masyarakat
Agar dapat mengetahui lebih mendalam mengenai Gedung Perundingan Linggarjati.

1.5     METODOLOGI PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun laporan karya ilmiah ini berupa studi pustaka yaitu dengan mencari dan mengumpulkan sumber bacaan atau informasi yang berkaitan dengan Ragam Budaya dan Wisata yang ada di Kuningan. Baik dari buku atau media cetak maupun media elektronik seperti internet.

1.6     SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan karya ilmiah dalam penulisan makalah:
a.    Bagian awal
Bagian awal dari laporan ini mencakup halaman judul, lembar pengesahan, kata pengantar dan daftar isi.
b.    Bagian inti
Bagian inti terdiri dari empat bab yaitu :
1)   Bab I ( Pendahuluan )
Pada bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan.
2)   Bab II ( Landasan Teori )
Bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan penulisan karya ilmiah.
3)   Bab III ( Isi/Pembahasan )
Pada bab ini dijelaskan hasil pokok dari permasalahan.
4)   Bab IV ( Penutup )
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran.
c.    Bagian akhir
Bagian akhir dari laporan ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran.

BAB II
LANDASAN TEORI
                  
2.1     PENGERTIAN WISATA
Menurut Homby As, wisata adalah sebuah perjalan dimana seseorang dalam perjalanannya singgah sementara di beberapa tempat dan akhirnya kembali lagi ke tempat asal dimana dia melakukan perjalanan.
Menurut Soetomo, yang di dasarkan pada ketentuan WATA (World Association of Travel Agent = Perhimpunan Agen Perjalanan Sedunia), wisata adalah perjalanan keliling selama lebih dari tiga hari, yang diselenggarakan oleh suatu kantor perjalanan di dalam kota dan acaranya antara lain melihat-lihat di berbagai tempat atau kota baik di dalam maupun di luar negeri.
Menurut H. Kodyat, wiasata adalah perjalanan dari suatu tempat lain bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Menurut Fandeli, wisata adalah perjalanan atau sebagai dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
Wisata memiliki karakteristik-karakteristik antara lain :
a.    Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan kembali ke tempat asalnya.
b.    Melibatkan komponen-komponen wisata, misalnya sarana transportasi, akomodasi, restoran, objek wisata, toko cinderamata dan lain-lain.
c.    Umumnya dilakukan dengan mengunjungi objek wisata dan atraksi wisata.
d.   Memiliki tujuan tertentu yang intinya untuk mendapatkan kesenangan.
Jadi menurut saya wisata adalah perjalanan yang dilakukan seorang atau sekelompok orang lebih dari tiga hari dengan menggunakan kendaraan pribadi, umum, atau biro tertentu dengan tujuan untuk melihat-lihat berbagai tempat atau suatu kota baik di dalam negeri maupun diluar negeri.

2.2     PENGERTIAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA
Menurut S. Nyoman Pendit, obyek wisata atau tempat wisata adalah sebuah tempat rekreasi atau tempat berwisata. Obyek wisata dapat berupa obyek wisata alam seperti gunung, danau, sungai, panatai, laut, atau berupa obyek wisata bangunan seperti museum, benteng, situs peninggalan sejarah, dan lain-lain.
Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan , ada dua jenis objek dan daya tarik wisata , yaitu (1) objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam, flora dan fauna; dan (2) objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.
Menurut Spilanne, Daya tarik pariwisata adalah hal-hal yang menarik perhatian wisatawan yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata. Ada lima unsur penting dalam suatu objek wisata yaitu: (1) attraction atau hal-hal yang menarik perhatian wisatawan; (2) facilities atau fasilitas - fasilitas yang diperlukan; (3) infrastructure atau infrastruktur dari objek wisata, (4) transportation atau jasa-jasa pengangkutan; (5) Hospitality atau keramahtamahan, kesediaan untuk menerima tamu.
Menurut Karyono, suatu daerah tujuan wisata mempunyai daya tarik di samping harus ada objek dan atraksi wisata, juga harus memiliki empat syarat daya tarik, yaitu: (1) ada sesuatu yang yang bisa dilihat (something to see); (2) ada sesuatu yang dapat dikerjakan (something to do); (3) ada sesuatu yang bisa dikerjakan (something to do); (4) ada sesuatu sesuatu yang bisa dibeli (something to buy).

2.3     PENGERTIAN PARIWISATA
Menurut Richard Sihite, dalam Marpaung dan Bahar menjelaskan definisi pariwisata sebagai berikut : Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
Menurut H. Kodyat, pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Menurut pendapat Anonymous, Pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan perbedaan pada waktu kunjungan dan motivasi kunjungan.

BAB III
ISI/PEMBAHASAN

3.1     RIWAYAT SINGKAT DESA LINGGARJATI
a.    Riwayat Nama Desa Linggarjati
Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa selain terkenal secara Nasional, Desa Linggarjati juga terkenal secara Internasional. Desa ini adalah tempat perundingan Pemerintah Belanda dan Pemerintah Indonesia untuk Persetujuan Linggarjati Indonesia yang demokratis, melalui persetujuan Linggarjati yang berlangsung dari tanggal 11-13 Nopember 1946.
Secara spesifik Desa Linggarjati mempunyai riwayat khusus yang dimulai kira-kira abad ke 15 M, yaitu pada saat para wali berjuang menyebarkan agama Islam dan melawan warga Negara Indonesia yang pada saat itu beragama Budha.
b.    Sasakala Beberapa Nama
1)   Gunung Cereme
Adalah gunung gede tempat bermusyawarahnya para wali, kemungkinan nama tersebut hanya kita maklumi bahwa gunung terbasar dan tertinggi di Jawa Barat hingga diberi nama Gunung Cereme, berasal dari kata Pencereman yang artinya perundingan atau musyawarah para wali, oleh Belanda gunung cereme disebut Gunung Ciremai.
2)   Linggarjati
Kata Linggarjati adalah sebuah nama yang lahir karena perjalanan Sunan Gunungjati beserta 8 wali lainnya yang kalau kita perhatikan sampai sekarang nama tersebut masih dalam penelitian para ahli sejarah dan arkeologi, nama linggarjati kadang-kadang istilah tersebut juga tidak dihiraukan, seperti oleh seorang sekitar disebut Linggarjati namun didalam naskah perundingan antara Pemerintahan Indonesia dengan Belanda tercantum Perundingan Linggajati.

c.    Beberapa pendapat dan arti tentang Desa Linggarjati, antara lain:
1)   Pendapat Sunan Kalijaga
Disebut Linggajati dengan alasan sebagai tempat linggih (lingga) Gusti Sunan Gunungjati.
2)   Pendapat Sunan Bonang
Diberi nama Linggarjati mempunyai alasan bahwa sebelum Sunan Gunungjati sampai ke puncak Gunung Gede, Beliau linggar (berangkat) meninggalkan tempat setelah beristirahat dan bermusyawarah tapa mengendarai kendaraan melainkan menggunakan ilmu sejati.
3)   Pendapat Syekh Maulana Magribi
Desa itu diberi nama Linggarjati, karena mempunyai arti tempat penyiaran ilmu sejati.
4)   Pendapat Sunan Kudus
Disebut Linggajati nalingakeun ilmu sejati karena justru ditempat itulah mereka bermusyawarah dan menjaga rahasia ilmu sejati jangan diketahui oleh orang banyak.

d.   Batu Peninggalan Sejarah
Ada dua tempat batu bersejarah yang kemungkinan dipakai tempat duduk para wali pada saat beristirahat dan bermusyawarah yaitu:
1)   Batu yang berada dilokasi sebelah selatan bangunan gedung balai Desa Linggarjati
2)   Batu lingga yang berada di pertengahan jala menuju puncak Gunung Ciremai.

e.    Letak Geografis
Desa Linggarjati berada di wilayah Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat. Desa Linggarjati terletak pada ketinggian 400 meter dari permukaan laut, Desa Linggarjati yang penduduknya 75 % petani diapit oleh tiga desa yaitu sebelah selatan berbatasan dengan Desa Linggasana, sebelah timur berbatasan dengan Desa Linggamekar, sebelah utara berbatasan dengan Desa Lingga Indah dan sebelah barat berbatasan dengan Gunung Ciremai. Desa Linggarjati mudah dijangkau oleh kendaraan umum baik dari arah Cirebon maupun dari Kuningan. Dari arah Cirebon kira-kira 25 Km, sedangkan dari arah Kuningan kira-kira 15 Km.

3.2     KRONOLOGIS PERUNDINGAN LINGGARJATI
Perundingan Linggarjati atau kadang disebut Perundingan Linggajati adalah Perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini di tanda tangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua Negara pada 25 Maret 1947.
Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja. Pada akhir Agustus 1946, Pemerintahan Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jendral Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia – Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan kearah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
a.    Jalannya Perundingan
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H. J. Van Mook dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
     Hasil Perundingan terdiri dari 17 pasal yang antara lain intinya yaitu :
1)   Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia atas Jawa, Sumatera dan Madura.
2)   Belanda harus meninggalkan wilayah Rebuplik Indonesia paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
3)   Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk Negara RIS (Rebuplik Indonesia Serikat).
4)   Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam persemakmuran Indonesia – Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

3.3     RIWAYAT GEDUNG PERUNDINGAN LINGGARJATI
a.    Tahun 1918
Di tempat ini berdiri gubuk milik Ibu Jasitem.
b.    Tahun 1921
Oleh seorang Belanda bernama Tersana dirombak menjadi semi permanen.
c.    Tahun 1930
Dibangun menjadi permanen dan menjadi rumah tinggal Van Ost Dome (Bangsa Belanda).
d.   Tahun 1935
Dikontrak oleh Heiker (Bangsa Belanda) dan dijadikan hotel bernama Rustoord.
e.    Tahun 1942
Jepang menjajah bangsa Indonesia dan hotel ini diganti namanya menjadi hotel Hokayryokan.
f.     Tahun 1945
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI maka hotel ini diberi nama Hotel Merdeka.
g.    Tahun 1946
Di gedung ini berlangsung peristiwa bersejarah yaitu perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Belanda yang menghasilkan Naskah Linggarjati sehingga gedung ini sering disebut Gedung Perundingan Linggarjati.
h.    Tahun 1948-1950
Sejak Agresi Militer Tentara ke II, gedung ini dijadikan markas Belanda.
i.      Tahun 1950-1975
          Ditempati oleh Sekolah Dasar Negeri Linggarjati.
j.      Tahun 1975
Bung Hatta dan Bung Sjahrir berkunjung dengan membawa pesan bahwa gedung ini akan dipugar oleh Pertamina, tetapi usaha ini hanya sampai pembuatan bangunan Sekolah untuk Sekolah Dasar Negeri Linggarjati.
k.    Tahun1976
Gedung ini oleh Pemerintah diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kemudian dijadikan museum memorial.

BAB IV
PENUTUP

4.1     KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas Gedung Perundingan Linggarjati merupakan tempat berlangsung perundingan antara Indonesia dan Belanda yang berlangsung pada 11-13 Nopember 1946, yang kemudian pada tahun 1976 gedung ini oleh Pemerintah diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, untuk dijadikan museum memorial. Sehingga pada akhirnya Gedung ini menjadi wisata sejarah unggulan di Kabupaten Kuningan.

4.2     SARAN
Gedung Perundingan Linggarjati sudah menjadi obyek wista tujuan para wisatawan lokal maupun non lokal karena memiliki sejarah. Untuk itu kita selaku bangsa yang baik harus menjaga bangunan bersejarah tersebut sebagai warisan negeri ini.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Bimata. Sejrah (IPA) untuk SMA/MA Kelas XI. Sukoharjo: CV Willian.
_________. Perundingan Linggarjati 11-13 November 1946 Kuningan – Jawa Barat.

1 komentar: